Wednesday, May 14, 2014

A Note To My Son

Once I wished that I would be more clever. That I have more brain in things I thought most matter, like maths, speaking in five languages or at least a gold medal in international science competition. Sometimes I think my life will be much easier if I were prettier. You know, like those girls in the magazine who I doubt has awkward moments in their teen life or facing self esteem issue because they have to deal with acne all their lives. I even dreamt that those craps about parallel universe are true, and imagine my other me is living in a castle full of million dollars paintings and ten butler. I believed having those things would made me success and have a bright future. . Well, my son, I've never been so wrong in my life.

Tried and tested, your money will lead you nowhere but being a big headed man. Your brain, although at some point it will give you fame, should you don't keep your feet in the ground, will fly you so high you would never go down. And that other you in the different life? I'm blaming it on TV. Because the truth my son, it is attitude that will take you to your success. Here are some tips Mom have.

1. Be kind to everyone, especially older people; say hi or at least give your warmest smile to everyone you meet on the street.
2. Be generous. One shall not be poor by giving. Stop thinking wether those beggars are real or just being lazy. It's the intention that counts.
3. Expect less. When you keep your expectation into a minimum level, you start to work on things for the sake of the work. Am I confusing you? Say, when you clean your room to make it more like a bed room, and not because you're worried I will throw all your toys and clothes to the trash, you will do it happily.
4. When you find a good friend, keep them. They won't always lend you money (doesn't mean you should borrow money from anyone), but they will aways be there. Even when they're not by your side. a good friend will always just a phone call away.
5. Older people are not always smarter. But they have live longer than you, and so they will have more life experience. Give them some credits and lost of respect.
6. Smile to everyone you meet. In our religion, smile is the smallest act of kindness. Plus, you'll look more handsome if you smile.


This list will get longer, as I would update this article now and then.

PERMISI, TERIMA KASIH




“Wah, Rasyad sopan banget ya! Kalau mau main ke rumah pasti bilang Assalamualaikum.”, lapor salah satu tetangga tempo hari. Saya cuma tersenyum dan bersyukur dalam hati. Hamdalah, pelajaran sopan santun yang kami tanamkan pada Rasyad (4) sejak kecil berbuah manis. Tidak hanya fasih mengucapkan salam, Rasyad juga telah terbiasa berkata tolong, permisi dan terima kasih dalam kesehariannya.

Semenjak gadis dulu saya memang terkesan sekali dengan budi pekerti yang ditunjukkan oleh teman-teman berkebangsaan lain. Kebetulan saya memang aktif di olah raga hockey yang peminatnya di Jakarta ini banyak orang asingnya. Jika diperhatikan, tata krama sepertinya menjadi hal yang dijunjung tinggi oleh mereka. Pernah suatu ketika saya meminta sekaleng minuman pada Matt, kawan dari Australia, responnya waktu itu adalah, “What’s the magic word?”. Mengertilah saya bahwa ia meminta saya untuk mengucapkan kata ‘tolong’ terlebih dulu.

Momen itu begitu melekat di ingatan saya dan membuat saya mengevaluasi seluruh pelajaran yang telah saya terima dari orang tua, guru dan lingkungan. Apa yang salah? Kita telah mengenal kata-kata ‘maaf’, ‘tolong’, ‘permisi’, dan ‘terima kasih’ sejak kecil dulu, namun beranjak dewasa semuanya tidak menelurkan suatu sikap yang melekat. Kata-kata tersebut terhenti di bibir. Akibatnya kita saat ini bagaikan hidup di tengah masyarakat yang kekurangan adab. 

Masih segar diingatan kita kisah seorang mahasiswi yang tetiba menjadi selebriti di media sosial (medsos) setelah ia menggugah penolakan untuk memberikan kursinya di kereta api kepada penumpang lain, yang kebetulan sedang hamil. Besarnya kebencian yang ditunjukkannya melalui akum medsosnya menjadikan ia public enemy. Sebagai seorang manusia, logikanya seharusnya mudah. Selesai belanja kita antri untuk membayar, yang lebih pintar membagikan ilmunya kepada yang belum paham, trotoar adalah hak pejalan kaki, dan mendahulukan orang tua, yang sakit, anak kecil serta ibu hamil di transportasi umum. Jadi kembali lagi, apa yang salah?  


Saya yakin orang tua mahasiswi tersebut sudah mengajarkan tentang moral ketika ia kecil. Namun apakah pelajaran tersebut hanya menjadi hapalan, ataukah melekat di dalam diri sehingga terwujud melalui sikap dan perilaku, sepertinya masyarakat telah menilai.

Ayah Eddy, seorang praktisi Multiple Intelligence and Holistic Learning dalam blognya pernah menceritakan pengalamannya berkaitan dengan pendidikan moral ini. “Seorang guru di Australia pernah berkata kepada saya, “Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri”’. Ketika ditanya mengapa mengantri, mereka menjawab karena ternyata hanya membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengajarkan anak matematika, tapi perlu waktu 12 tahun untuk belajar mengantri dan memetik pelajaran di baliknya.

Kembali lagi kepada Rasyad, perjalanan baru dimulai. Pasti menjadi keinginan setiap orang tua melihat anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia pintar dan kaya. Namun yang lebih penting lagi, adalah kewajiban setiap orang tua memastikan anaknya menjadi manusia baik.